"Merantaulah! Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup di negeri asing (di negeri orang)." - Imam Asy-Syafii
Merantau pertama kali, saya masih muda kala itu, 21 tahun, beberapa bulan setelah menyelesaikan kuliah Diploma Tiga. Saya ditawari oleh Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan untuk mengikuti kegiatan pelatihan vokasional selama delapan bulan, dari bulan Februari hingga Oktober 2007. Lokasinya di Balai Besar Vokasional Bina Daksa atau BBRVBD (sekarang bernama Sentra Terpadu Inten Suweno) di Cibinong, Bogor. Di balai tersebut ada 100 peserta dari seluruh Indonesia mengikuti pelatihan keterampilan, mulai dari penjahitan, komputer, desain grafis, elektro, dan lain-lain. Saya sendiri memilih keterampilan komputer agar linear dengan latar belakang pendidikan saya yaitu Manajemen Informatika. Setelah menyelesaikan pelatihan para peserta bisa berpeluang untuk bekerja di perusahaan yang sudah bekerja sama dengan BBRVBD.
Setelah menyelesaikan pelatihan tersebut, saya termasuk dari sekian banyak peserta yang kurang beruntung tidak direkrut oleh perusahaan. Hanya 10-15% yang terserap, kabarnya angkatan tahun-tahun sebelumnya banyak peserta yang berkesempatan untuk bekerja di perusahaan. Mungkin karena gejala-gejala awal krisis finansial 2008 mulai terasa, sehingga perusahaan menahan diri untuk melakukan perekrutan karyawan.
Perantauan perdana saya berakhir. Saya memutuskan pulang ke Makassar atas saran dari orang tua. Saya pun mulai mencari kerja di berbagai perusahaan. Di zaman itu, info lowongan kerja biasanya terpampang di surat kabar. Menulis/mengetik surat lamaran dan curricullum vitae, kemudian dikirim via pos ataupun diantarkan langsung ke perusahaan. Satu dua perusahaan kadang ada yang menghubungi memanggil untuk tes dan wawancara. Tetapi melihat kondisi fisik saya, tak semua perusahaan mau merekrut penyandang disabilitas. Di masa itu belum ada undang-undang yang mengatur hak atas pekerjaan bagi disabilitas.
Beruntungnya saya tidak terlalu lama menganggur, hanya beberapa bulan saja. Mungkin karena background pendidikan saya adalah teknologi informasi dan di masa itu masih sedikit yang punya keahliaan sebagai programmer. Akhirnya saya mendapatkan pekerjaan juga, meskipun freelance, menjadi programmer website. Saya diterima di perusahaan konsultan IT yang proyeknya kebanyakan membuat website landing page untuk sekolah-sekolah yang ada di Makassar. Saya tidak masalah dengan gaji kecil. Untuk pemula sudah lumayan, kerjanya pun di rumah, saya bisa sembari menemani dan merawat Ayah saya yang sedang sakit stroke, yang penting saya mendapatkan pengalaman.
Sembari bekerja freelance, saya tetap melamar di berbagai perusahaan. Beberapa bulan kemudian saya diterima di sebuah perusahaan konsultan IT sebagai karyawan tetap. Fokus proyek perusahaan tempat saya bekerja adalah aplikasi Point of Sales (PoS) yang banyak dipakai di minimarket dan supermarket dimana jangkauan areanya di daerah Sulawesi (di masa itu, belum masuk Alfamart dan Indomaret di kawasan timur Indonesia). Di perusahaan ini saya dapatkan banyak pengalaman dan banyak mengenal pengusaha dan manajemen supermarket dan minimarket terkenal di Makassar dan berbagai daerah di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Selain bekerja sebagai programmer, saya diberi kesempatan untuk mengikuti perjalanan bisnis dan menjadi trainer untuk admin dan kasir di minimarket/supermarket tersebut. Saya juga tidak menyangka, dengan suara sengau, saya bisa menjadi trainer, Alhamdulillah klien bisa maklum dan paham. Mungkin juga karena langsung praktek, tanpa teori yang banyak.
Itulah sepenggal kisah perjalanan awal saya memasuki dunia kerja. Tidak mudah tapi bukan berarti tidak mungkin. Selama kita tetap berusaha, berdoa, pantang menyerah, mau belajar hal baru, dan percaya dengan kemampuan sendiri, rezeki pekerjaan akan terbuka lebar.
****
XL Axiata Peduli Disabilitas Siap Kerja
Hari Kamis lalu, tepatnya 22 Agustus 2024, saya berkesempatan menjadi volunteer blogger untuk kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) dari XL Axiata, yang bertajuk XL Axiata Peduli Disabilitas Siap Kerja. Kegiatan tersebut dilaksanakan di Sekretariat Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (DPP PPDI) di Jakarta Timur. Ini kali pertama saya ke sekretariat PPDI Pusat, dulu waktu saya masih tinggal di Makassar, saya pernah beberapa kali berkunjung ke Sekretariat PPDI Sulawesi Selatan, meskipun bukan anggota ataupun pengurus.
XL Axiata menyelenggarakan kegiatan pelatihan digital untuk teman daksa dan teman tuli selama dua hari, dari tanggal 22-23 Agustus 2024. Ada 38 peserta dari Jakarta dan sekitarnya yang mengikuti kegiatan tersebut. Teman-teman disabilitas dibekali materi tentang Dokumentasi Digital dan Event oleh Mas Akbar Muhibar (Dosen Multimedia, Fasilitator Literasi Digital Bloggercrony), Digital Workplace oleh Ibu Farida (Tenaga Ahli Data Science), dan Publikasi Digital di Media Sosial oleh Mbak Hastu Wijaya (Konten Kreator).
Kegiatan serupa juga sudah di selenggarakan di beberapa kota antara lain Surabaya, Medan, Bandung dan terakhir di Jakarta. Total seluruh peserta dari keempat kota tersebut ada 103 orang. Kemudian akan diseleksi menjadi 20 orang dan akan berkesempatan mengikuti Magang di kantor XL Axiata.
Eventnya berlangsung seru dan disambut oleh antusiasme yang besar oleh para teman daksa dan teman tuli. Mereka menyimak materi dengan baik dan mengerjakan praktik dengan semangat, Saya bisa melihat dari wajah mereka sebuah keinginan untuk berdaya dan mandiri, harapan untuk setara seperti manusia lainnya, no one left behind. I feel them, saya merasakan apa yang mereka rasakan. Saya pernah di titik itu.
Saya merasa senang sekali XL Axiata melakukan kegiatan ini. Memberikan pelatihan bagi penyandang disabilitas yang sesuai dengan kebutuhan di era digital saat ini. Ilmu dan skill digital sangat dibutuhkan oleh penyandang disabilitas saat ini agar mereka bisa bersaing di dunia kerja. Apalagi sekarang sulit untuk mendapatkan pekerjaan, jika tidak punya skill maka makin sulit teman disabilitas mendapatkan pekerjaan.
Dari cerita teman-teman disabilitas di daerah, dari aktivis disabilitas, ataupun info dari seminar dan FGD yang pernah saya ikuti, masih banyak teman-teman disabilitas usia produktif di Indonesia yang belum siap kerja. Dari segi pendidikan mereka masih tertinggal jauh. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, sebagian besar penyandang disabilitas tidak tamat SD sebesar 29,35%, tamat SD sebesar 26,32%, tidak pernah sekolah sebesar 20,51%, tamat SMP sebesar 9,97%, tamat SMA sebesar 10.74%, dan perguruan tinggi sebesar 3,38%.
Selain akses pendidikan formal yang terbatas, dari segi kepemilikian telepon genggam masih di bawah kelompok non disabilitas. Menurut data Susenas tahun 2020 hanya 36,7% penyandang disabilitas yang memiliki ponsel ataupun laptop. Selain itu, tidak semua penyandang disabilitas yang memiliki ponsel telah terhubung dengan akses internet. Hanya 18,9% penyandang disabilitas memiliki akses terhadap internet. Hal ini tentunya menghambat kemampuan individu disabilitas untuk terlibat dalam platform digital, mencari peluang kerja, mengakses sumber daya pendidikan dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan masyarakat.
"Penyandang disabilitas bukan untuk dikasihani, berikan mereka peluang, akses, dan peran maka mereka akan setara seperti manusia lainnya" - Nunu Amir
Mindset "charity" yang selama ini melekat bagi penyandang disabilitas juga perlu diperbaiki. Disabilitas jangan dipandang sebagai objek untuk diberikan bantuan sosial seperti sandang dan pangan. Tetapi berikan mereka hak yang sama seperti warga negara lainnya. Hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk mendapatkan aksesibilitas dan pekerjaan yang layak, hak untuk berpendapat, dan hak lainnya. Penyandang disabilitas butuh diberikan kesempatan agar bisa berdaya dan mandiri.
Dibalik keistimewaan dan keterbatasan yang dimiliki oleh penyandang disabilitas mereka sebenarnya bisa hidup mandiri tanpa bantuan jika "aksesibilitas dan peluang" itu terbuka lebar bagi mereka. Contohnya teman daksa berkursi roda dan teman netra, jika seluruh infrastruktur jalan, transportasi dan gedung ramah disabilitas tentu mereka bisa dengan mudah untuk kemana pun tanpa bantuan. Terkadang masih ada saja stakeholder yang enggan membangun fasilitas yang bisa diakses oleh penyandang disabilitas dengan mengatakan seperti ini "buat apa membangun pedistrian ataupun gedung yang ramah disabilitas, jarang ada disabilitas yang menggunakannya. Saya tidak pernah lihat disabilitas berkunjung/lewat di tempat ini". Asal tahu saja mereka di rumah saja karena akses jalan sulit buat mereka. Kalau jalan, gedung, transportasi sudah aksesibel tentunya mereka akan sering keluar rumah. Itulah salah satu wujud dari inklusi! Jalan menuju Indonesia yang inklusif masih panjang. Tapi saya yakin hal itu bisa terwujud, jika kita mau bersama-sama bergandeng tangan untuk mewujudkannya.
Di tengah keterbatasan fisik dan keterbatasan sarana dan prasarana untuk mendukung mobilitas para penyandang disabilitas, hal itu tidak menghalangi semangat teman-teman untuk menuntut ilmu. Contohnya Rangga, peserta yang mengikuti event XL Axiata Peduli, dia menggunakan kursi roda. Datang jauh-jauh dari Bogor menggunakan commuter dan transportasi online ke Jakarta Timur. Saya salut dengan semangatnya. Ketika ngobrol dengan dia saat kegiatan sudah berakhir, ternyata dia kuliah di Universitas Negeri Jakarta. Tiap ke kampus dia menggunakan transportasi Commuter dan Trans Jakarta. Dari Bogor-Rawamangun bukan hal yang mudah bagi pengguna kursi roda. Saya tahu bagaimana crowded-nya di stasiun, Commuter dan Trans Jakarta di jam sibuk, karena saya juga tinggal di Bogor. Struggling-nya Rangga bergumul dengan kepadatan transportasi publik berkali-kali lipat dibanding saya. Sekali lagi saya salut dan merasa malu dengan diri sendiri ketika masih sering mengeluh dengan keadaan.
Kembali ke event XL Axiata Peduli Disabilitas siap kerja, kegiatan di hari pertama dibuka oleh Ketua PPDI, Bapak Norman Yulian dan Ibu Astri Mertiana selaku Corporate Communication XL Axiata. Event tersebut dipandu oleh Mbak Wardah Fajri dari Bloggercrony. Oh iya, Bloggercrony dan tim merupakan mitra kolaborasi dari event XL Axiata Peduli Disablitas Siap Kerja. Selain Bloggercrony, ada juga beberapa organisasi dan komunitas yang bekerjasama dengan XL Axiata yaitu DPP PPDI, Dilans Indonesia, Benih Baik, Rumah Difabel Sharaswaty, Feministhemis, YPKABK, dan Tiba Surabaya Official. Selain itu, di hari pertama materi perdananya sangat menarik sekali yaitu Dokumentasi Digital dan Event oleh Mas Akbar Muhibar.
Saya berharap semoga teman-teman disabilitas yang mengikuti kegiatan ini bisa memanfaatkan ilmu yang didapatkan dengan baik, jangan lupa dipraktikkan. Buat 20 peserta terpilih yang akan diikutkan magang semoga bisa bekerja dengan baik. Jika kinerja mereka bagus, semoga punya kesempatan untuk menjadi karyawan XL Axiata.
Saya juga berharap semoga kegiatan seperti ini lebih ditingkatkan lagi, bukan hanya di empat kota besar saja, tapi juga bisa diadakan di seluruh ibukota provinsi yang ada di Indonesia. Sehingga bisa menjangkau disabilitas yang lebih luas lagi.
Sumber:
Jurnal Jalan Panjang Menuju Inklusi Digital bagi Penyandang Disabilitas di Indonesia (file:///C:/Users/Nunu%20Amir/Downloads/3536-11848-1-PB.pdf)
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/05/02/penyandang-disabilitas-masih-alami-ketimpangan-pendidikan