Senang rasanya diizinkan masuk di kelasnya mba Okka Barokkah "Poetry
Workshop For Women". Padahal saya sudah terlambat hampir sejam untuk
mengikuti kelas tersebut. Di hari pertama MIWF tanggal 4 Juni 2014 saya
daftar 3 workshop sekaligus (serakah banget ya). Oh tidak... bukan serakah, itu
karena saya kurang teliti melihat jadwal workshopnya yang jika diikuti semuanya
jadinya bertabrakan jadwalnya. Jadi saya membabi buta mendaftar tiga workshop
tersebut. H-1 MIWF saya baru nge-print tiketnya dan baru memperhatikan
jadwalnya.
- Poetry workshop for
women, with Okka Barokka, 4 Juni 2014, pukul 2.00 PM to 6.00 PM
- International Program
Workshop : An Authentic Story Teller, 4 Juni 2014, pukul 3.00 PM to 5.00 PM
- International Program
Workshop : Singing Your Poetry!, 4 Juni 2014, pukul 4.00 PM to 6.00 PM
Pukul 14.40 saya tiba di Benteng Fort Rotterdam, belum terlalu ramai
memang. Saya lihat ketiga tiketku rasanya tak memungkinkan lagi untuk ikut Poetry
Workshop For Woman. Jadi saya ke Main Hall untuk ikut Workshop An Authentic
Story Teller. Tapi setelah tiba di sana belum ada peserta yang hadir, hanya
panitia yang sibuk hilir mudik mengatur persiapan workshop nanti. Saya lihat
sekeliling belum ada teman-teman IIDN yang datang ataupun teman dari komunitas
lain yang saya kenal.
Saya pun berpikir mungkin salah satu atau beberapa teman ada yang sedang
ikut kelas Poetry Workshop For Women. Ada baiknya saya mencoba ke sana dan
bertemu dengan mereka. Soalnya bete menunggu sendirian di Main Hall.
Saya bertanya ke panitia yang ada di ruangan itu
“Dik, dimana tempat workshop ini,
masih bisa ji masuk walau telat?” sambil
menunjukkan tiket saya. Lokasi yang tertulis di situ I Lagaligo Museum. Saya
memang sering ke Fort Rotterdam tapi kurang tahu persis letak-letak gedungnya.
“Siapa tahu masih bisa ji kak, mari saya antar ki” Jawab gadis berjilbab
itu.
Sesampai di I Lagaligo Museum kami bertanya kepada panitia yang ada disana
sambil menunjukkan tiket saya. Panitia sepertinya sudah agak keberatan untuk
mengizinkan saya masuk karena keterlambatan saya. Tapi dia masuk ke dalam ruangan dan
bertanya kepada mba Okka.
Akhirnya saya diizinkan masuk. Seorang wanita semampai, memakai dress panjang merah
maroon, berambut pendek, dan berkacamata. Mbak Okka Barokka menyambut saya dengan ramah dan penuh
keceriaan.
Cukup kaget sebenarnya. Belum duduk dengan manis saya sudah ditodong ke
depan untuk memperkenalkan diri. Tapi memperkenalkan dirinya dengan cara yang
berbeda (Maksudnya???)
Saya juga cukup bingung bagaimana harus memperkenalkan diri apalagi harus
dengan cara menyanyi, berpuisi, atau apalah itu. Kata mba Okka sebelumnya
peserta yang lain satu per satu memperkenalkan diri dengan berbagai cara dan
gaya unik peserta.
Karena saya bingung dan speechless,
akhirnya saya Cuma berkata “Hai... nama saya nunu” dengan nada ceria sambil
melambaikan tangan.
Peserta workshop yang hadir di ruangan ini tak terlalu banyak sekitar 14
orang dan tak ada satupun yang saya kenal.
Karena telat datang saya sudah melewatkan sesi pemberian materi. Sesi
berikutnya adalah masing-masing peserta membuat puisi dalam waktu 10 menit. Dan
tema puisinya tentang “diri sendiri” dan masing-masing peserta harus membacanya
di depan.
“Hadeh... matemija, buat puisi saja jarang. Apalagi baca puisi dan didepan
orang-orang”. Kataku dalam hati. “Saya salah masuk workshop nih”.
Sebelum kami ke depan untuk membaca puisi masing-masing, mba Okka
memberikan contoh cara membaca puisi.
Saya seperti tersihir menyimak mba Okka memberi materi kepada kami semua. Lucu,
ceria, kreatif, interaktif, dan padat. Apa lagi ketika mba Okka membaca puisi
berbahasa inggris. Saya memandangnya dengan terkesima walaupun saya tidak
begitu paham artinya saya hanya bisa berkata dalam hati “WoW... WoW... dan WoW”.
Mba Okka membuka wawasan saya tentang puisi. Membaca puisi tak harus selalu
dengan cara deklamasi. Mba Okka mencontohkan beberapa gaya berpuisi dan dengan
intonasi yang berbeda.
Kami pun naik satu per satu membacakan puisinya. Kelas yang sangat
interaktif karena tiap teman-teman yang sudah membacakan puisinya kita
diharuskan mengomentari teman kita tersebut. Entah itu dari isi puisinya, cara
membacanya, penekanan, penghayatan, intonasi, mimik, kontak mata, dan
sebagainya.
Teman-teman yang sudah naik membaca puisi mereka bagus-bagus semua. Bahkan ada yang
membuat saya terharu dan menitikkan airmata dengan puisinya.
Jadi kepikiran, kalau saya kedepan membaca puisi saya harus bagaimana? Apa
saya bisa sebaik mereka? Saya sedikit malu dengan puisi dadakan buatan saya
hehe... entahlah apa itu masih bisa dibilang puisi ya :D
Tiba giliran saya. Entah dapat keberanian darimana bisa naik ke depan se-PeDe
itu. Sebelum membaca puisi, saya intermezo dulu alias basa-basi.
“Sebenarnya ini pertama kalinya saya membaca puisi di depan banyak orang. Saya
juga jarang menulis puisi. Saya hanya penikmat puisi. Senang melihat orang membaca
puisi. Kalau kurang jelas mohon dimaklumi”
Nunu
Nunu, itu nama saya
Nunu, saya selalu disapa
seperti itu
Nunu, Empat huruf yang
terkandung didalamnya
Empat huruf itu ada
filosofinya
Kalian tahu apa itu?
N, Nunu selalu tersenyum
disaat sulit maupun senang
U, Usiaku dua puluh
sembilan
Tapi jiwaku masih
seperti berusia tujuh belas
N, Nunu seorang
perempuan yang selalu bersemangat dalam hidupnya
U, Untuk kalian puisi
ini dan sekarang kalian telah mengenalku
WoW... Surprise banget, seisi ruangan
mengapresiasi saya. Mereka menyukai cara membaca puisi. Mba Okka sampai
memberikan saya pelukan.
Kata mereka saya begitu menghayati puisi saya. Saya memang menghayatinya
bahkan di bait “N, Nunu seorang perempuan
yang selalu bersemangat dalam hidupnya”
saya sedikit tercekat menahan tangis dengan suara agak parau.
Saya berusaha mempraktekkan cara mba Okka membaca puisi. Tidak harus selalu
dengan deklamasi, membuat gerakan-gerakan, dan kontak mata dengan penonton.
Walaupun saya tak sempat ikut sesi awal yang berisi teori. Saya bisa dapat
inti dari workshop ini, karena kelasnya sangat interaktif. Lebih banyak praktek
di banding teori. Workshop yang tidak satu arah saja. Tapi kami bisa saling
berinteraksi, bebas berkreatifitas dan berkomentar. Dan saya merasa sangat beruntung bisa mengikuti workshop ini.
Bayangan saya sebelumnya workshop ini sama seperti workshop-workshop yang
sering saya ikuti. Setelah pematerinya cuap-cuap mempresentasikan materinya sampe
bikin kita ngantuk. Baru sesi terakhir tanya jawab.
Kelas Workshop ini benar-benar beda. Kelas yang WOW.
Hehe... saya sampai lupa ada dua workshop yang terlewatkan.
Workshop Poetry For Women berakhir sampai pukul 18.30. Lama ya!!!
Iya lama... setelah membaca puisi masing-masing, kami diberi challenge lagi membuat puisi tapi kali
ini bersama teman-teman. Masing-masing berpasangan. Saya berpasangan dengan
vika. Mahasiswi cantik yang pandai sekali merangkai kata menjadi puisi.
Mba Okka menawarkan kami tampil di acara Closing Ceremony MIWF 2014 dan
membaca puisi masing-masing.
WoW... tawaran yang menggiurkan. Tapi sayang saya tidak bisa menghadiri
Closing Ceremony karena tanggal 7 Juni 2014 adikku menikah.
Selesai workshop saya tidak menyangka di cegat sama seorang wartawati. Dia
dari koran Tempo Makassar. Dia mau mewawancarai saya karena tadi di kelas
Workshop Poetry For Woman dia melihat saya membaca puisi. (Ups... saya baru
sadar ada wartawan tadi di dalam kelas).
Btw, ada yang punya korannya tidak?
Yup... itu dulu kawan, sedikit coretan pengalaman saya mengikuti MIWF 2014.
Semoga bermanfaat.