Halo Kawan Digital,
Sudah pada coblos kan!
Berhubung suasana Pemilu masih hangat, saya kepikiran pengen nulis artikel tentang sistem pelaksanaan Pemilu berbasis elektronik (e-Voting). Sebelum bahas tentang e-Voting, pengen berbagi cerita dulu nih pengalaman ikutan pemilu kemarin. Curcol dikit ya!
Karena status kependudukan saya masih di Jakarta Pusat jadi TPS-nya sesuai alamat KTP. Sebuah perjalanan panjang buat ke TPS dari Bojong Gede ke Salemba. Dari rumah, naik angkot dulu ke Terminal Bojong Gede, buat ke stasiun menyusuri Sky Bridge, lalu naik commuter line dan turun di Stasiun Cikini. Buat nyampe ke Salemba, dari Stasiun Cikini naik bus pengumpan Trans Jakarta dan turun di Bus Stop Salemba Carolus.
Nyampe di rumah Ibu RT, ternyata undangan pemilu saya di balikin ke kantor Kelurahan karena undangan harus diterima langsung oleh pemilih. Mana susah lagi nyari ojol buat ke Kelurahan, ga ada yang mau pick up karena banyak jalan yang ditutup. Untunglah ada tetangga yang mau nolongin untuk antar ke kantor Kelurahan. Sampe di Kelurahan ternyata antrinya lumayan panjang. Untungnya saya datangnya agak awal, setelah kedatangan saya makin banyak yang antri. Bahkan sampai mengular ke depan pintu lobi lantai 1.
Penyebabnya kenapa antriannya membludak? Hal ini dikarenakan proses pelayanan yang lamban dan cukup makan waktu. Hanya ada dua petugas yang melayani dan ditambah lagi dengan proses pencarian undangannya harus secara manual. Bayangkan ada 100 lebih TPS di Kelurahan Paseban, gimana ga keteteran petugasnya. Akhirnya kami disuruh cari sendiri, tinggal sebutin TPS berapa dan petugas ngasih ke kita setumpukan undangan berdasarkan TPS. Kalau mau nonton video perjalanan panjangku menuju ke TPS silakan nonton video di bawah ini.
Sumber video: Pribadi
Setelah cerita dengan beberapa orang yang ada disana, mostly mereka adalah penduduk yang punya KTP Jakarta tapi sudah tidak berdomisili di Jakarta lagi, seperti saya. Hehe kenapa saya belum ngurus pindah biar jadi warga Jawa Barat? Soalnya ngurus dua kali nantinya, kalau pindah ke IKN ngurus KTP lagi. Jadi nanti sajalah ngurus pindahnya kalau benaran pindah ke IKN.
Alhamdulillah sudah dapat undangannya buat ke TPS. Nyampe TPS antrinya ga terlalu lama sih paling 15 menitan. Sambil nunggu, saya memperhatikan situasi yang ada disana. Petugas KPPS yang lagi melakukan proses pendaftaran secara manual, di meja sebelahnya petugas KPPS lain yang bertugas bagi-bagiin surat suara dan memanggil pemilih dengan mic, para pemilih yang sedang melakukan pencoblosan di bilik kemudian memasukkan surat suaranya kedalam kotak suara. Setelah itu, celupin jari ke tinta. Semuanya masih manual. Prosesnya tidak jauh berbeda dengan dua puluh tahun lalu ketika pertama kali saya ikutan Pemilu.
Dua puluh tahun berlalu kok Pemilu Indonesia ga canggih-canggih ya, masih konvensional. Hello, sekarang sudah era digital loh, kenapa tidak mengadopsi teknologi digital dalam Pemilu di negara ini?
|
Sumber gambar: Pribadi (design by Canva) |
Digitalisasi Pemilihan Umum dengan e-Voting
Digitalisasi Pemilihan Umum bisa dilakukan dengan electronic Voting (e-Voting). e-Voting merupakan proses pemungutan dan perhitungan suara menggunakan electronic atau teknologi informasi. Dengan hadirnya e-Voting diharapkan bisa membantu sistem demokrasi di Indonesia menjadi lebih baik.
Di luar negeri sudah ada beberapa negara yang menerapkan e-Voting dalam Pemilu mereka. Berdasarkan data dari AEC Project sudah ada 47 negara yang menggunakan sistem e-Voting. Negara yang menggunakan sistem e-Voting dengan mesin pemilihan antara lain: Australia, Brazil, Kanada, Prancis, India, Jepang, Kazakhstan, Peru, Rusia, Amerika Serika, Uni Emirat Arab, dan Venezuela. Negara yang menggunakan sistem e-Voting dengan internet Voting antara lain: Australia, Austria, Kanada, Estonia, Prancis dan jepang. 24 negara lainnya masih dalam proses perencanaan dan percobaan e-Voting, dan ada 4 negara yang pelaksanaan e-Voting dihentikan seperti Jerman, India, Belanda dan Inggris.
Berdasarkan artikel yang ditulis oleh Worlchock, India sudah mulai mencoba menggunakan sistem e-Voting sejak tahun 1982, yang merupakan project eksperimental dengan jumlah terbatas dimana terdapat 16 pemilihan lokal di beberapa negara bagian. Metode e-Voting India menggunakan mesin yang disebut Electronic Voting Machine (EVM).
EVM berupa mesin kecil dengan unit komputer sederhana dan merekam pilihan pemilih tanpa menggunakan kertas. EVM ditempatkan di setiap TPS. Indonesia dan India sebenarnya beberapa kemiripan antara lain jumlah masyarakat yang padat, sistem kenegaraan, dan tantangan dalam hal sarana dan prasarana. Melihat kesuksesan India dalam mengimplementasikan e-Voting, pemerintah Indonesia harusnya mampu melaksanakan Pemilu berbasis Digital.
Mengapa e-Voting?
Dengan menerapkan e-Voting ada beberapa manfaat yang bisa dirasakan baik oleh penyelenggara maupun pemilih.
a. Efisien dan Efektif
Seperti yang kita ketahui pelaksanaan pemilu membutuhkan biaya yang sangat besar. Bersumber dari website Kementerian Keuangan, alokasi anggaran untuk Pemilu 2024 sebesar 71,3 triliun, yang dialokasikan secara bertahap mulai tahun 2022, 2023, dan 2024. Ternyata alokasi anggaran tersebut naik 57,3% dibanding anggaran Pemilu 2019 sebesar 45,3 triliun. Salah satu penyebab kenaikannya adalah kenaikan honor Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) hingga 104%. Pantesan saja ya anggota KPPS jadi mantu idaman hehehe. Sungguh anggaran yang fantastis!
|
Sumber grafik: https://databoks.katadata.co.id/ |
Bagaimana jika menerapkan digitalisasi dalam Pemilu?
Menurut kajian BPPT (sekarang BRIN) akan ada penghematan biaya hingga 50% jika menggunakan e-Voting. Wow!
Selain memangkas anggaran, e-voting juga membuat proses pemungutan suara menjadi lebih ringkas dan paperless. e-Voting juga bisa memperbesar peluang partisipasai pemilih. Dengan menggunakan sistem berbasis mobile, dimana pemilih tidak perlu ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), sistem ini juga cocok untuk penyandang disabilitas dan lansia, hal ini sangat membantu mereka karena tidak perlu repot-repot datang ke TPS. Konsep e-Voting menyederhanakan dan memudahkan proses, bisa diakses dimana saja sehingga membuka kesempatan untuk menarik partisipasi yang lebih luas.
b. Perhitungan Suara lebih cepat dan terbuka.
Jika menerapkan e-Voting hasil pemilihan bisa didapatkan secara realtime dan juga bisa meminimalisir kecurangan pada saat perhitungan suara. Lembaga Quick Count bakalan gulung tikar nih he...
c. Tidak ada duplikasi data pemilih
Dengan menggunakan e-Voting yang terintegrasi dengan data e-KTP bisa meminimalisir data ganda dan NIK fiktif. Jadi bisa mengurangi potensi kecurangan kan
d. Tidak ada surat suara rusak
Tentunya kalau pakai e-Voting ga akan pakai kertas suara lagi. Benar-benar paperless sehingga tidak ada limbah kertas. Lebih Go Green kan!
e. Akurasi perhitungan suara tinggi
e-Voting bisa memudahkan proses perhitungan suara dengan akurasi tinggi dalam waktu yang singkat. Hasil perhitungan lebih real time dan tidak berjenjang (maksudnya tanpa birokrasi yang ribet) serta menciptakan keterbukaan informasi. Dengan adanya e-Voting bisa meminimalisir kecurangan dalam perhitungan suara serta akan memudahkan proses audit karena ada jejak digitalnya.
f. Menghemat biaya dalam jangka panjang
Seperti yang disebutkan di poin 1, tentunya menghemat anggaran dan biaya Pemilu dan e-Voting ini dapat dipakai berulang kali dalam jangka panjang. Dalam perancangan sebuah sistem memang modal awalnya yang lumayan gede, tetapi penggunaan berikutnya tinggal biaya maintenance dan pemutakhiran.
Tantangan Penerapan e-Voting di Indonesia
Sebenarnya pemerintah Indonesia dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mewacanakan penerapan e-Voting dalam Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah bahkan BPPT (sekarang BRIN) sudah pernah melakukan kajian terkait hal ini. Beberapa daerah seperti di Bali pernah melakukan pemilihan kepala desa menggunakan e-Voting. Tetapi menurut KPU gagasan Pemilu Indonesia menggunakan sistem e-Voting masih sulit diterapkan dalam skala nasional. Apa saja kendalanya?
- Banyak hal yang perlu dipersiapkan dan direncanakan dengan baik. Sistem e-Voting membutuhkan infrastruktur, sarana dan prasarana yang membutuhkan biaya yang besar.
- Kebutuhan SDM akan sangat besar untuk menjalankan sistem e-Voting ini
- Permasalahan fundamental adalah regulasi. Sampai dengan saat ini belum ada regulasi yang mengatur penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada secara e-Voting. Jika belum ada regulasi teknis pelaksanaan Pemilu akan sangat sulit terealisasi
e-Voting, Akankah Menjadi Masa Depan Pemilu Indonesia?
Penyelenggaraan Pemilu dengan menggunakan e-Voting menurut saya sangat mungkin diterapkan pada Pemilu lima hingga sepuluh tahun kedepan. Tergantung lagi nih bagaimana niat dan komitmen pemerintah untuk melakukan transformasi digital dalam pelaksanaan Pemilu. Dari apa yang disampaikan KPU diatas, permasalahan fundamentalnya ada di regulasi, jadi memang kuncinya ada di Pemerintah sebagai pembuat regulasinya.
Untuk infrastruktur seperti internet, harus diakui saat ini belum semua daerah di Indonesia terutama di pelosok negeri terjangkau dengan jaringan internet. Berdasarkan laporan terbaru We Are Social, ada 93,4 juta orang Indonesia yang belum terkoneksi dengan internet hingga Januari 2024. Jumlahnya setara 33,5% dari total populasi Indonesia. Berdasarkan data dari APJII, tingkat penetrasi di wilayah perkotaan sebesar 77,36% pada 2022-2023. Sisanya, pengguna di wilayah pedesaan. Pemerintah saat ini sangat masif membangun infrastruktur digital agar seluruh rakyat Indonesia dapat lebih mudah mendapatkan sinyal telepon dan akses internet. Jadi kemungkinan lima hingga sepuluh tahun mendatang seluruh wilayah Indonesia sudah terkoneksi dengan internet.
Bagaimana dengan kebutuhan SDM untuk menjalankan sistem e-Voting tersebut? Indonesia saat ini di dominasi oleh anak-anak muda yang memang digital native serta melek teknologi. Untuk menjalankan sistem e-Voting tersebut akan lebih mudah dilakukan pelatihan bagi mereka. Apalagi jika merekrut anak-anak muda yang memiliki talenta digital.
Lima hingga sepuluh tahun ke depan pemilih tetap di Indonesia akan semakin di dominasi oleh generasi milenial (lahir tahun 1980-1994) dan genenerasi Z (lahir tahun 1995-2011). Menurut data dari KPU, untuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 saja terdapat 33,60% atau 66.822.389 dari generasi millenial. Sedangkan gen Z sebanyak 46.800.161 pemilih atau 22,85%. Jika di total ada 56,45% pemilih millenial dan gen Z pada Pemilu 2024.
|
Sumber grafik: https://databoks.katadata.co.id/ |
Coba bayangkan saja untuk pemilu 2029, gen Z yang lahir tahun 2007-2011 mereka sudah menjadi pemilih tetap. Millenial dan gen-Z kemungkinan akan akan mendominasi 70% hingga 80% dari total keseluruhan pemilih pada Pemilu 2029 nanti (kalau yang ini hitung-hitungan kasar saya saja, koreksi kalau salah ya). Dari persentase ini saja, kemungkinan 5 tahun lagi hampir seluruh penduduk Indonesia sudah melek digital. Saya pribadi optimis SDM Indonesia akan siap menggunakan e-Voting.
Just my opinion ya, klaim KPU terkait membutuhkan dana yang besar untuk menerapkan sistem e-Voting, perlu dihitung ulang baik-baik deh. Merancang sistem e-Voting anggarannya ga bakalan nyampe 71,3 triliun (alokasi anggaran pemilu 2024). Setidaknya setengahnya lah dari anggaran tersebut atau mungkin kurang dari itu. Dan ini investasi awal doang yang gede. Untuk Pemilu berikutnya tinggal dilakukan maintenance dan pemutakhiran serta keamanan data sih. Oh iya, omon-omon tentang keamanan data, Indonesia masih rentan sih. Nah ini juga PR dan tantangan untuk penerapan e-Voting kedepannya.
Distrupsi Penerapan e-Voting
Transformasi digital biasanya akan berdampak pada sistem dan bisnis yang sifatnya konvensional. Tidak bisa dipungkiri jika e-Voting diterapkan akan mendistrupsi bisnis-bisnis yang mendukung penyelenggaraan Pemilu. Terdistrupsi disini maksudnya bukan hilang sepenuhnya tetapi omzetnya akan menurun selama masa pemilu karena adanya e-Voting.
Pemilu dengan sistem konvensional memang membawa dampak positif bagi ekonomi nasional. Menurut Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, dampak langsung dari Pemilu adalah peningkatan belanja negara dalam APBN sedangkan dampak tidak langsungnya adalah tambahan pendapatan masyarakat dan lembaga non-profit rumah tangga (LNPRT) karena adanya kegiatan kampanye dan pelaksanan Pemilu. Aktivitas tersebut mendorong peningkatan komponen konsumsi masyarakat dalam PDB dan menjaga pertumbuhan ekonomi tetap stabil.
Bisnis apa saja tuh yang bakalan terdistrupsi jika e-Voting diterapkan?
1. Percetakan, karena tidak ada lagi kertas suara yang dipakai jika e-Voting dijalankan
2. Ekspedisi, karena surat suara dan inventaris lainnya sudah tidak dibutuhkan lagi, jadi tidak ada lagi distribusi surat suara dan kotak suara ke seluruh wilayah Indonesia
3. Penyewaan tenda, meja dan kursi, dengan adanya e-Voting tidak diperlukan lagi TPS
4. Catering, karena anggota KPPS-nya sudah ramping maka otomatis untuk konsumsi makan dan snack juga akan berkurang
5. dan berbagai bisnis lainnya yang mendukung penyelenggaraan Pemilu
Penerapan e-Voting di Indonesia memang akan ada dampak positif dan negatifnya. Jadi memang perlu dikaji dan dipersiapkan dengan matang. Butuh dukungan dari berbagai pihak juga tentunya. Oh iya, menurut saya penerapan e-Voting bisa diimplementasikan secara bertahap di beberapa kota yang sudah siap secara infrastruktur digital. Untuk di daerah-daerah pelosok yang belum terjangkau dengan internet, bisa dilakukan Pemilu Konvensional seperti biasa.
Semoga bermanfaat!
Terbuka ruang diskusi untuk artikel ini. Silakan isi di kolom komentar ya ^^
Oh iya, artikel e-Voting ini masih ada bagian keduanya yang akan membahas terkait teknologi, bisnis proses, dan bagaimana pelaksanaan e-Voting di negara lain. Saya pecah biar ga kepanjangan. Bosan nanti bacanya hehehe.
So, ditunggu ya!
Sumber:
https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id/article/show/menghitung-biaya-demokrasi
https://gorontalo.antaranews.com/berita/8167/e-voting-pangkas-biaya-pilkada-hingga-50-persen
https://jdih.kpu.go.id/jateng/tegal-kota/beritadetail-6a645457703039424a544e454a544e45
https://www.inti.co.id/wp-content/uploads/2023/01/e-Voting.pdf
https://lan.go.id/?p=9942
Jurnal: Implementasi Sistem E-Voting untuk Meningkatkan Kualitas Demokrasi Indonesia
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2024/02/06/ada-934-juta-orang-indonesia-belum-terkoneksi-internet-peringkat-berapa-di-dunia
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/07/05/kpu-pemilih-pemilu-2024-didominasi-oleh-kelompok-gen-z-dan-milenial